Ke belahan bumi manapun jiwa dan raga ini pergi..
Yang senantiasa diri kenakan tentu, adalah pesona-Nya.
Buktinya, setiap puji yang datang, harus segera diserahkan pada-Nya.
Sekurang-kurangnya kita verbalkan bentuk puji yang agung ini sebanyak 17 x sehari dalam shalat 5 waktu.
Dalam bacaan I'tidal~
"Rabb-ku, hanya bagi-Mu segala puji, sepenuh langit dan bumi, dan sepenuh apapun yang Engkau hendaki setelahnya (apapun yang Engkau ciptakan)"
Masih kuingat ketika mengahafal bacaan shalat bagian ini, bersama teman-teman masa kecil dulu, teman yang duduk dibelakangku menghafalnya sambil teriak-teriak, ketawa-ketiwi, tak jarang aku pun malah ikut menghafalnya sambil berteriak dan tertawa karena ulah mereka yang lucu.
Hafalan ini mengalir tanpa makna hanya ku pahami sebagai untaian bahasa asing, namun sering kudengar, dan kuulang. Meski sering didengar, tetap saja asing!
Nyatanya untaian kata asing ini, bermakna luar biasa. Belasan tahun berlalu, baru ku temukan makna sebenarnya.
Setelah membaca pujian agung ini (I'tidal), kemudian kepala menyungkur (Sujud), merendahkan hati serendah -rendahnya, sampai hampir setara dengan telapak kaki. mengingatkan setiap pujian yang datang tak sepatutnya membuat jiwa yang kerdil terbang.
Ketika pujian datang, si kerdil ini sering saja lupa diri, tak sadar sebenarnya puji ini milik siapa?
Cukupkah, Setiap pujian agung yang diverbalkan dalam 5 waktu ini menjadi pengingat, bagaimana sebaiknya sikap seorang muslim ketika dipuji?
Yakni merendahkan hati serendah-rendahnya.
Setelah segala puji diterima kemudian segera dikembalikan pada-Nya, tentu Apresiasi-Nya lah yang sejatinya selalu siapa pun harapkan.
Jiwa tenang, ringan, plooong~
Dahsyat
BalasHapusTerimakasih..
HapusNgena banget ya.
BalasHapusYg hebat bukan kita, tapi yg menciptakan kita..
Asik banget
Setelah merendah dn mengembalikan kepada sang MAHA HAK PUJI, realisasikan semua pujian itu, untuk jadi lebih baik��
BalasHapusLuar biasa
BalasHapusInspirasi yang tak terhingga
Semoga berkah 🙏🙏